Thursday, August 17, 2017

Kaka.. Kitorang Kurir SR Papua...!



Pada penghujung hari perayaan di venue #Milad6 #SedekahRombongan di Desa Wisata Tembi, PARJIYO adalah nama Homestayku yang di depannya ada MIE JAWA BU ETI yang juga pemilik rumah sederhana itu sesuai plang inisisasi merk dagangnya. Posisinya agak lumayan jauh dari inner-spot dan mesjid besar tempat peserta milad yang beragama islam diarahkan sholat berjamaah. Rumah sederhana dengan induk semang yang ramah someah loh jinawi sangat klop terlihat paduan pemilik dan yang dimilikinya, kamar yang agak kurang nyaman bagiku tapi tak dirasa karna sukacita milad dan suasana desa yang begitu eksotik membuatku sangat menikmatinya.

Pagi itu acara berbagai perlombaan dikemas varian oleh kekompakan panitia dalam suasana dirty outdoor, yang aku sendiri tidak ikut meramaikan dikarnakan beberapa Koordinator Kota berkunjung ke kamarku, minta bertemu sang Kopral yang sedang ngantuk karna semalam hanya tidur 2 jam, mulai dari Tuban Lamongan Bojonegoro, Sorong Papua, Solo dan juga seorang Fajar Arini selevel HRD Managernya SR Pusat khusus minta aku membuatkan draft pidato menyambut Gusti Candra Kirana - puteri ketiga Ngarso Dalem Sri Sultan Hamgkubuwono X pada agenda terakhir sebagai penutup milad jam 11.00 nanti.

Selusin kepala memadati space kamar, kota perkota secara unofficial mendiskusikan update gerakan SR kebanggaan kota mereka, sampai giliran mbak Arini di-skip sementara karna harus mendahulukan diskusi 8 kurir Sorong Papua yang akan pulang siang itu. Koordinator Wilayah Brata Manggala, Korkot Sorong Hamdani Tukloy, Faisal, Nani, Pasinem, Ibu Suhaemi, Mama Tenci dan lainnya memulai diskusi panas dengan gaya intonasi mirip orang baku hantam yang pastinya membuat perhatian orang di luar kamar.
Satu pihak tidak puas dengan kerja Koordinator Sorong saat ini, sepihak lain dituduh tidak transparan, lainya beranggapan ada yang mengkotak-kotakkan kumpulan kurir Sorong agar tidak bersatu. Ampuuun Gusti Allah… Dalam hatiku mereka telah merusak suasana milad sendiri, mereka lupa bahwa koordinasi adalah harga mati dalam organisasi, mereka lupa kalo sedang beribadah jamaah, mereka lupa kalo jabatan seorang Koordinator di SR itu bisa jauh dari surga dan mereka lupa makna Mencari Muka di depan Tuhan.

Hingar bingar kegalauan pendapat itu berhenti akhirnya pada resonansi terakhir, seakan terpuaskan hasrat yang selama ini dipendam di jiwa mereka masing-masing setelah semuanya mengungkap. Tiba giliran Mama Tenci, seorang Ibu yang memulai tua itu minta diberikan kesempatan bicara, dengan logat kental bumi cendrawasih, iapun berujar:
“Saya orangtua disini di group Sorong, coba kalian dengarkan seperti yang saya harapkan. Misi kita di SR adalah mencari muka di depan Tuhan, apa kalian lupa?. Kenapa kita bisa kembali lagi ke Milad 6 karna kita cinta SR, saya seperti kang Eded suka organisasi sosial dan sejak muda umur 14 tahun saya sudah masuk Karang Taruna, sampai tua saya ikut PKK dan lainnya. Kang Eded bilang dari seumur hidupnya SR adalah organisasi yang sangat berkesan dalam hidupnya!” 

“Saya masih teringat kata-kata Kang Eded pada #Milad5SR, lupakan ego jika kita berhadapan dengan kebaikan. Katanya kita orang sedang cari muka di depan Tuhan? Yang benar saja kalian pikir?. Maaf Kang Eded saya jadi harus sampaikan bahwa, suami saya sempat protes, Mama kenapa kau seperti tergila-gila dengan SR? nanti lama-lama kau bisa masuk Islam. Spontan saya jawab, Papa itu tidak mungkin… karna SR hadir dengan beberapa agama untuk membantu orang miskin, dan perlu papa tahu di Sorong sini yang banyak sekali dibantu SR adalah jemaat Nasrani saudara kita, Maka itu saya sangat cinta SR karna kita diberikan jalan oleh Tuhan mengurus orang yang sedang sakit“ tutup Mama Tenci diiringi tangisan dan derai air mata seorang ibu yang prihatin melihat anak-anaknya yang sok pintar dan egois semua.

Arini ikut menangis dan seluruh isi kamar ikut menangis, tak terkecuali aku yang berusaha menahan kelopak mata yang sudah mulai menggenang ini. Aku malu merasa tak lebih baik dari Mama Tenci, tapi ia selalu mengingat dan menyebut katanya aku, padahal aku yang sangat kagum pada Mama Tenci. Astaghfirullah…

Tiba giliran Sang Kopral yang Sompral ini bicara, yang sok ngatur selama ini dan sok cool n' wise… “Mamaku Tenci, Ibu Suhaemi, Saudaraku, adik-adikku dari Papua…! Dari awal kabar kedatangan kalian di Kota Jogja Istimewa ini, saya sudah tidak dapat berbicara banyak dengan kalian karna kagum dengan kalian semua. Biaya transportasi milad kalian yang perorang 6juta dikumpulkan selama 6 bulan berdagang makanan di Car Free Day Kota Sorong saja sudah membuat saya speechless, tak ada yang lebih baik pengorbanannya dari kalian sebagai kurir di SR. Di sisi lain banyak kurir yang mampu namun minta digratiskan transportasi dan biaya miladnya karna menuntut ganti perasaan mereka yang selama ini berkorban untuk SR tidak digaji…!” Dadaku semakin bergetar tak mampu untuk berbohong…

Dalam pepatah minang, “Bersilang Kayu di dalam Tungku di sana Api Menyala”. Semangat kita sedang membara untuk SR walau diiringi debat pendapat, namun jangan hilangkan nafas Ilahi sebagai tujuan utama kita agar berujung pada kemaslahatan. Sangatlah tidak ikhlas ketika kita menyayangi para dhuafa namun sesama kurir tidak saling peduli memperbaiki dengan kasih sayang, sesuai esensi Tuhan kepada manusia yang tak pernah berhenti mengasihi dan menyayangi”.

Diskusi panas itu akhirnya untung berujung seiring siang membentang di langit Jogjakarta, biarlah Allah saja yang memberikan rating pujian-Nya sebagai program yang ikhlas untuk-Nya dan populer di langit sana dengan tujuan kepedulian kita melalui SR. Kita semua tersadar dan menyesal, saling bermaafan bersalaman dan berpelukan, pikirku mereka adalah saudara kita yang sangat ditunggu kaum miskin di kotanya. Kita patut peduli dan berbagi dengan mereka walau dengan sedikit ilmu, agar semua mampu berdiri dengan kepercayaan diri.


Bayanganku menerawang jauh lebih setahun lalu pernah berkunjung ke Sorong, disana kutemui para dhuafa penderita 3 penyakit pembunuh: Malaria, TBC dan HIV. Aku tak cukup dengan merasa khawatir saja tanpa menjadi sumber kehangatan bagi mereka dalam merahmati semesta alam, sebab hamparan rumput hijau segar sekalipun, kalau tak disinari matahari akan berubah menjadi tanah yang gundul… 



Salam #TembusLangit untuk Kurir Sorong dan  Papua
@Kang Eded


Sunday, June 4, 2017

PERJALANAN MENCARI CAHAYA - A True Story

"They READ it with their finger tips, while I could read nothing. I thought I was A MOST BLIND among the blind people…”.  

Rasakan cerita ini… 

Awal Mei 2017, sebuah info menyapa para kurir #SedekahRombongan Bekasi. Tentang dua bocah dhuafa yang tak dapat melihat,  berada di sebuah wilayah yang lumayan jauh dari tempat saya tinggal. Tanggal 6 Mei 2017, saya dan rekan-rekan kurir mendatangi kediaman dua bocah itu. Berbekal secarik alamat rumahnya, di Kp. Cempaka, RT 013/004 Desa Sirnajaya, Kec. Serang Baru, Kab. Bekasi. Setelah bertanya sana sini, berjalan kaki kurang lebih 20 menit karena akses rumah keluarga itu tak bisa dimasuki mobil. Menyusuri jalanan tanah yang untungnya tidak sedang musim hujan. Desa yang lumayan tandus, dengan tingkat kemiskinan yang memprihatinkan.

Tibalah kami di gubuk si miskin, sebuah rumah berlantai tanah, berdinding kayu dan bilik, ada lubang besar di sana-sini, cahaya remang dan semerbak bau lembab melengkapi kisah nyata ini. Masuk ke dalam tak kita dapati barang berharga selain bale usang, kami langsung diterima oleh Wawan (42) dan  Kanah (33) yang tak lain adalah kedua orangtua bocah malang ini.

Suami istri ini menetap di rumah yang kumuh bersama 3 orang anak dan dua di antaranya yang menjadi tujuan kedatangan Tim #SR. Di salah satu sudut rumah itulah duduk dua bocah yang hanya mengenakan kaus dalam, tatapannya kosong namun nampak waspada dengan raut ketakutan menyadari ada suara-suara asing yang hanya bisa mereka dengar. Ya, kedua anak ini buta sejak lahir. Dalam istilah kedokteran disebut katarak kongenital, yang dimungkinkan bisa terjadi sejak lahir tanpa menyebabkan nyeri.

Batin saya terkesiap, jantung saya serasa berhenti berdetak. Menyadari dua kakak beradik ini, Wilda Sari (7), dan Kandi Wijaya (5) telah melewatkan usia kanak-kanak mereka dalam kegelapan tanpa cahaya. Mata saya basah…  juga saya melihat dua rekan saya yang lainpun ikut berkaca-kaca, kami merasa telah jatuh rasa melihat apa yang diperlihatkan Tuhan di hadapan kami saat ini. Sebuah cermin terbalik dalam kehidupan kita, saat anak-anak yang lain setiap saat dapat bermain, tertawa dan berteriak gembira menyaksikan film kartun di televisi sementara kedua anak ini bertahun-tahun tak mampu melihat warna dunia selain hitam.

Wawan tak punya pekerjaan tetap, ia bekerja serabutan hanya untuk makan sekeluarga. Sedangkan Kanah tak bisa membantu urusan nafkah karena keadaan dua buah hati yang tak memungkinkan untuk ditinggal sendiri. Dalam harapannya, pasangan ini ingin Wilda dan Kandi bisa hidup normal seperti anak-anak seusianya, dapat bersekolah, bermain dan tumbuh menjadi anak sholeh dan sholehah. Namun apa daya, mereka hanya seonggok benda yang mengisi ruang kelompok masyarakat miskin negeri ini yang bermasalah dengan ekonomi. Mereka memilih diam pasrah sebagai pengganti doa-doa yang tak terucap setiap saat.


Cerita pengobatan mereka, awalnya pernah dibantu sebuah lembaga sosial untuk ihtiar kesembuhannya 3 tahun lalu ke sebuah Rumah Sakit di Bandung. Namun seperti biasa RS meminta biaya untuk jaminan awal sebesar 5juta rupiah, spontan membuat keluarga ini menyerah. Sejak itu mereka pasrah tak lagi akan berniat berobat, belum lagi membayangkan biaya transportasi akomodasi yang menjadi beban paralel bagi mereka. Mereka yang tak berpendidikan dan awam urusan birokrasi memilih berhenti, sekalipun waktu berikutnya ada bantuan BPJS yang mereka tetap tak mampu membayar iurannya dan terus berhutang pada pemerintah bukan seharusnya pemerintah berhutang pada mereka.

Menutup kunjungan kami di keluarga Wawan, Form Survey sudah lengkap kami isi sebagai Standard Operation Procedure. Kami pamit dan langsung berdiskusi di jalan pulang atas hasil Kick-Off meeting dengan Rakyat Miskin ini, mereka keluarga baru kita yang wajib kita perhatiakan lebih manusiawi. Lanjut esoknya kita memulai proyek langit ini, sebuah revolusi membantu dhuafa, mensukseskan program pemerintah entaskan kemiskinan. Diawali dengan mengurus dan membayarkan tunggakan BPJS, kembali mengantarkan observasi awal di RSUD Cibitung hingga dalam hitungan hari berikutnya mereka sudah dirujuk ke RS Mata Cicendo Bandung.

Tanggal 11 Mei 2017, jam 03.00 dini hari, Mobil Tanggap Sedekah Rombongan (MTSR) memulai kunjungan awal ke RS Cicendo Bandung membawa Wilda dan Kandi, saya ingat betul betapa seluruh kurir #SRBekasi begitu antusias memantau perkembangan kedua anak itu. Bocah malang yang telah merebut hati, dengan keadaannya yang dhuafa lagi buta. Sambil menunggu perkembangan mereka hari demi hari, bantuan para sedekaholics pun mulai mengalir yang dititipkan kepada kurir #SR. Baik itu berupa makanan atau pakaian untuk keduanya. Pada kunjungan ketiga 29 Mei 2017, Wilda dan Kandi diantar lagi ke Bandung dan ditampung di Rumah Singgah Sedekah Rombongan (RSSR) Jalan Sukajadi Bandung untuk kemudian masuk ke ruang isolasi bagi persiapan operasi sebelah mata mereka pada 1 Juni dan naik kemeja operasi tanggal 2 Juni 2017.


Kemarin siang kami mendapat kejutan dari Muhammad Amin - Driver MTSR Bekasi yang mendampingi mereka dengan mengirimkan foto kedua bocah lucu itu usai dioperasi. Suasana haru menyeruak di grup #SRBekasi dan #SRDKIJaBarBanten menyaksikan senyum Wilda dan Kandi dengan mata yang masih tertutup kasa. Kami juga melihat bagaimana air mata kedua orang tua bocah itu tumpah dipelukan kurir #SR yang menjemput mereka kembali ke Bekasi. Tangis haru dan bahagia menjadi satu, larut dalam rasa syukur yang tak terukur, tak menyangka ketika keputus-asaan mereka yang hidup dalam kekurangan, tak mungkin bisa membayangkan kedua buah hati tercinta mampu menemukan kembali cahaya kehidupan mereka. Ternyata bukan cuma bayangan yang mereka temukan, tapi sebuah kenyataan bahwa ada tangan-tangan yang Tuhan pilihkan telah sampai kepada mereka. Menerbitkan harapan mereka dan kita yang selama ini telah padam.

Dadaku berdegup kencang tak bisa menolak bahagia, terlebih untuk Wilda dan Kandi. Dua bocah yang menempuh jalan panjang menemukan cahaya kembali, bersinarlah terus wahai permata hati. Sambut masa depan yang cerah di depan sana yang telah menanti, dunia kini milikmu. Perjalanan menemukan cahaya itu memang belum berakhir, namun secercah cahaya ini adalah mentari pagi, yang akan disusul oleh cercah sinar yang lebih terang lagi...

Terima kasih para Kurirs dan Sedekaholics www.sedekahrombongan.com, semoga bantuan kalian pada Wilda dan Kandi menjadi Pahala yang dahsyat di Ramadhan yang indah ini... 

"Tiada satu hatipun yang tergetar, tanpa Allah mengetuknya... Seperti MATA kita, takkan berfungsi tanpa Allah ciptakan cahaya. Begitupun AKAL takkan berfungsi dengan baik tanpa Allah memberikan Rahmat-Nya..."



Contributor: Suharna - Korwil SR Bekasi
Writter : Sri Suharni Maks – Kurir SR Kab. Bekasi

Friday, April 7, 2017

THE POWER OF JAMAAH




Puji syukur bagi Allah yang dengan kemutlakan kekuasaan-Nya menentukan perubahan keadaan semua mahluk ciptaan-Nya, DIA Maha Lembut dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya di saat menghadapi beratnya cobaan dan suasana yang mencemaskan.
Sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. Beserta segenap keluarga, para sahabat yang mengabdikan hidup untuk menegakkan kebenaran Allah sepanjang zaman.

Para sahabat yang budiman, khususnya para Kurir #SedekahRombongan… Seiring dengan tulisan ini tibalah saatnya saya berbicara dari hati ke hati, khususnya mengenai perjalanan 5 tahun lebih keberadaan saya di Sedekah Rombongan bersama Koordinator Utama, Koordinator Wilayah, Kordinator Kota dan Para Kurir di seluruh Indonesia. Menyambung curhat saya tentang Sedekah Rombongan 4 tahun lalu di : "Refleksi 2 tahun bersama #SedekahRombongan", semoga tulisan ini menjadi pelengkap.

Semua Kurir begitu ikhlas bekerja hingga SR tumbuh laksana bayi yang sehat dan makin dinantikan kiprahnya meluas di tengah-tengah rakyat Indonesia, SEDEKAH ROMBONGAN adalah sebuah gerakan revolusioner yang secara berjamaah digerakan oleh kumpulan orang-orang yang ingin berkhidmat pada dhuafa sakit, gayanya sangat jalanan, menyantuni tanpa prosedur rumit hingga dhuafa bisa tersenyum dan maka pada awalnya SR menjuluki sendiri sebagai kelompok sedekah jalanan yang sat-set sekali bergerak membantu si miskin berobat. Tahun pertama pencapaian manfaat donasi terdistribusi mencapai angka 1 milyar rupiah dengan hanya berbasis media sosial Twitter dan hanya digerakan oleh puluhan orang, hingga kini masuk tahun ke 6 mencapai 50 milyar lebih diangkat oleh lebih dari 500an kurir se-Indonesia.

Alhamdulillah, dari mulai beberapa gelintir orang di Pulau Jawa, Sulawesi, Sumatera hingga kini dilengkapi Kalimantan, Bali, Maluku serta Aceh dan Papua telah bergabung menjadi kurir di beberapa daerah dan SR kini telah menjadi sebuah jaringan layaknya cabang organisasi atau cabang perusahaan. Kita telah memiliki 14 Rumah Singgah untuk transit para pasien rujukan serta 38 Ambulan sebagai kendaraan operasional mobilisasi dan demobilisasi, menggapai distribusi hingga 312 dari 514 kabupaten kota di Nusantara, sebagai catatan Indonesia memiliki 420 kabupaten dan 94 kota yang secara rasio sudah 60,7% dari seluruh daerah tersentuh Sedekah Rombongan. 

Sedekah Rombongan memiliki format yang kongkrit bagi Public Private Partnership untuk membantu pemerintah,  menukil sambutan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa saat Milad ke 5 SR di Jepara, “Triple-P adalah sebuah keniscayaan, Keterbatasan SDM, Energi, Anggaran dan Struktur yang ada di Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Pemkab dan Pemko maka Community Participation itu menjadi aspek yang sangat penting untuk percepatan layanan masyarakat”.

Banyak sudah sukacita dan dukacita mengiringi tumbuh kembangnya SR, hikmah yang didapatpun sangat melimpah baik dari ketentraman jiwa karna membantu dhuafa serta ilmu yang diperoleh dan utamanya banyaknya dhuafa terobati. Mengurus fasilitas kesehatan bagi dhuafa dan mendampingi mereka pulang dan pergi ke rumah sakit hingga sembuh adalah makanan sehari-hari kita, kadang kita didoakan mereka, didekap badan kita serta diciumi tangan kita adalah ekspresi doa yang mereka lakukan pada kita walau sebetulnya kita tidak meminta.

Suatu hari di sekitaran RSCM Jakarta di pinggir jalan Inspeksi Kali Ciliwung ada seorang Ibu setengah baya asal Wonogiri sedang menangis bersama dengan anaknya lelaki berusia 12 tahun. Mereka bersedih hati karna sudah 2 hari berobat ke RSCM tapi loket pendaftaran Poli tutup, mereka kesiangan karna jarak tempuh yang sangat jauh berkendaraan umum dari Tangerang ke Jakarta Pusat membuat mereka selalu terlambat sampai Jakarta. Anaknya sebut saja bernama Wawan saat itu kelas 5 SD dan sekolahnya memaksanya keluar dikarnakan sering tidak hadir di kelas sebab sakit yang dideritanya, Wawan sering muntah darah - Ia terkena Varices Oesophagus adalah suatu keadaan di mana kelainan pembuluh darah vena, karena pembuluh darahnya membengkak  dan mengalami kesulitan mentransport darah melalui katup-katupnya.
Singkat cerita, Ibunda Wawan dipertemukan Allah ke Rumah Singgah Sedekah Rombongan Jakarta (RSSR) dan ia langsung menangis bercerita pada saya bahwa ia sudah kehabisan ongkos untuk pulang tapi belum juga berobat untuk Wawan. Kita langsung siapkan kamar di RSSR serta keperluan Wawan dan Ibunya untuk melanjutkan perobatannya esok hari, Mobil Tanggap Sedekah Rombongan (MTSR) mengantarkan Wawan dan Ibunda ke rumahnya untuk mengambil kelengkapan pakaian untuk tinggal di RSSR tanpa dipungut biaya apapun. Subhanallah… Rumah mereka berukuran kecil dan kumuh dari mulai dinding, lantai dan propertynya, ditemani Kurir SR sambil merekatkan satu persatu plastik pembungkus menggunakan api dari lilin, janda pedagang keliling makanan ringan ini mengutarakan harapannya untuk membesarkan Wawan anak lelaki satu-satunya agar sehat bisa bersekolah seperti anak lainnya.

Jutaan cerita tangisan si miskin adalah soal-soal ujian dari Rabbul ‘Alamina yang wajib kita jawab bersama, salah satunya cerita tentang keluarga Wawan ini wajib kita buat kontemplasi bahwa mereka adalah saudara baru kita yang lebih layak kita ajak komunikasi dan kita bantu berobat, jika kita sendiri menolongnya pasti ada keterbatasan dana dan tenaga. Maka konsep jamaah di SR adalah solusi terbaik untuk mengangkat bersama-sama keadaan sakit para kaum ploretarian, SR hadir untuk sebuah kedaruratan, untuk menutupi blank-spot yang selama ini tak terjamah pemerintah. Rakyat yang bijaksana adalah yang selalu membantu kekurangan pemerintah dan kita tak perlu mencibir pemerintah, lakukan kebaikan secara ikhlas - istiqomah - tanpa mencibir adalah standar pertama sedekah.

Tak mampu rasanya mencari penyebab orang-orang yang tadinya tidak saling mengenal tapi kini seperti saudara yang memiliki kasih sayang yang sangat kuat, mengangkat beban para dhuafa digerakan tanpa upah dan kedudukan karir yang penuh penghormatan dunia. Keterseharian kita yang sudah bersahabat dengan dhuafa adalah lebih manusiawi, kita disibukan dengan bantuan yang mereka harapkan. Seperti menjadi Kurir Sedekah Rombongan seakan Allah telah memilih kita untuk mengurus mereka, tapi yang terpenting ikhlas karna Allah. Memang apa yang kita lakukan sangat luar biasa, heroik, namun jadikanlah yang luar biasa itu menjadi biasa agar tak hadir jumawa. 

Hikmah membantu dhuafa itu menaikan Hormon Endorphin, suatu zat atau senyawa kimia yang diproduksi tubuh untuk membuat seseorang merasa senang dan berdampak baik untuk kekebalan tubuh -  mengobati kegalauan hidup, penuh rasa bahagia, juga tak luput dari pahala yang akan Allah berikan.

Kita tarik benang merah dari profesi kita sebagai Kurir, semua yang kita lakukan di Sedekah Rombongan tentunya memiliki konsekwensi yang tidak terlepas dari tata-laksana. Walaupun sedekah jalanan namun kita mampu memiliki alur kerja yang standar, SR memiliki WORKFLOW: Survey – Santuni – Dampingi dan diparipurnakan dalam sebuah Dokumentasi Narasi dan Laporan Keuangan sebagai sebuah Completion Report, karna apa yang kita lakukan saat ini harus makin profesional memiliki kredibilitas dan akuntabilitas.

Sahabat saya seorang Jurnalis Senior, dia katakan sejak awal berdirinya SR sudah jatuh hati karna melihat pergerakannya sangat responsif dan dinamis. Dia menjadi pemerhati SR melalui situs www.sedekahrombongan.com dan Majalah Tembus Langit, disimpulkan bahwa SR sudah memiliki Kinerja yang baik sebagai Gerakan Sosial pada Generasi 3.0 (Three Point 0). Dimana SR hadir sangat solutif menjadi pertolongan pertama di tengah-tengah rakyat yang sedang kesulitan untuk berobat, di mana pelayanan yang digunakan tanpa birokrasi instansi dan terus melakukan pendampingan serta terus berbenah pada profesionalisme pertanggungjawaban pelaporan.

Jika hari ini adalah tanggal 9 Juni 2017 dan zero milestone SR adalah 9 Juni 2011 artinya 6 tahun kita telah menjadi jembatan distribusi dana Donatur bagi Dhuafa sebesar 50 Milyar rupiah untuk 26.000 santunan, maka equivalent dengan Rp.15.855,- permenitnya. TAKJUB pada sebuah kenyataan yang tak mampu kita bayangkan namun telah terjadi, tentu kita tak bisa melakukannya sendiri kecuali izin Allah bersama-sama di Sedekah Rombongan.

Sahabat Kurir Sedekah Rombongan semua, Ayo kita terus kompak bergelora mengunjungi gubuk-gubuk si miskin, selasar-selasar kelas 3 RSUD dan daerah-daerah yang terkena bencana – Tuhan telah menunggu di sana dengan segudang pahala-Nya untuk kita, rapihkan narasinya dan kumpulkan kwitansinya. Rapatkan barisan, tetap dalam formasi untuk menjadi benteng yang kokoh, seperti firman Allah dalam Surat Ash-Shaff : 4

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.

Secara sunnatullah Alam Semesta adalah benda makrokosmos yang berjamaah bergerak beraturan, seluruh planet mengelilingi matahari, begitupun Manusia sebagai benda mikrokosmos yang diberi akal dan fitrah akan lebih baik beribadah dan beramal secara berjamaah dan beraturan, maka Kurir SR wajib bekerja berjamaah dengan mengikuti peraturan. Semoga apa yang telah kita lakukan di Sedekah Rombongan mendapat ridlo Allah, pasien-pasien dhuafa banyak yang sembuh dan para donatur diberikan kesehatan dan kelapangan rezeki hingga terus dapat bersedekah. 

Jadilah sebagai trend-setter dan role-model kehidupan untuk anak cucu kita bahwa hidup itu harus memberi, bukan meminta apalagi mengambil…


Salam #TembusLangit,
Kang Eded









Wednesday, January 18, 2017

ALLAH ADA DI GUBUK SI MISKIN

ALKISAH, di daerah Damsyik Syria ada seorang Tukang Sol bernama Sayid bin Muhafah, pekerjaan sehari-harinya memperbaiki sandal dan sepatu. Sayid orang yang soleh dan taat beribadah. Walaupun penghasilan hidupnya apa adanya dari memperbaiki sepatu, namun Sayid sangat berharap ingin menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Sayid selalu berdoa dan berprasangka baik, ”Ya Allah, semoga Engkau kabulkan niatku menjadi kenyataan dan mampukan aku untuk berhaji…”.  

Singkat cerita Sayid dibantu isteri tercintanya, mereka tak pernah berputus asa dan selalu bersyukur hingga beberapa tahun kemudian Sayid memiliki 350 dirham tabungan hajinya dan di bayangannya kebahagiaan menyelimuti akan nanti datangnya kegembiraan dalam ibadah berhaji, “Aku tinggal bersabar menunggu musim haji.. Allahu Akbar, aku akan mengunjungi Kabah, jiarah ke makam Rasulullah” – Kata-kata tanpa suara terucap bersama dengan senyuman gembira menghiasi perjalanan pulang Sayid ke rumahnya.

Sesampai di rumah, istri Sayid bin Muhafah yang dalam keadaan hamil mencium bau masakan dari tetangganya di sebelah rumah mereka dan istrinya sangat menginginkan masakan itu. Tetapi Sayid tahu bahwa tetangganya adalah seorang janda miskin yang memiliki beberapa anak yatim, walau diselimuti keraguan Sayid pun memberanikan diri memintanya. Dijumpainya perempuan janda itu seraya berkata, “Maaf ibu, Istri saya mencium bau masakan anda dan sudikah kiranya memberikan sedikit saja agar istriku mencicipinya?”

Sejenak si janda terperangah dan menjawab sedih, “Sejak beberapa hari yang lalu, persediaan makanan kami habis. Dari kemarin saya sudah berusaha mencari nafkah, tapi tak memperoleh apapun. Padahal anak-anak saya butuh makan.” Sejenak perempuan itu menghela nafasnya yang berat. “Tadi saya menemukan bangkai keledai di jalan. Karena sudah lelah, saya nekat memotongnya lalu saya masak untuk dimakan”. ““Saya tak tega memberikan makanan ini pada kalian berdua tetanggaku yang baik, , “Bangkai makanan itu haram bagi anda. Tapi halal bagi kami karna kelaparan…,” tuturnya dengan mata yang berlinang.

Sayid terperanjat, Ia sangat iba. Lalu bergegas pulang, diambilnya simpanan uangnya yang tiga ratus lima puluh dirham itu. Tanpa pikir panjang lagi, ia berikan uang yang diperolehnya dari hasil kerja keras selama ini. Padahal, uang itu sudah diniatkan untuk biaya berhajinya.
Dengan keikhlasannya Sayid berkata, “Terimalah uang ini untuk makan kalian,”. Betapa terharunya janda miskin itu, mereka tidak akan kelaparan lagi untuk waktu yang cukup lama. 
“Terimakasih, tuan sudah bermurah hati menolong kami dari kelaparan,” ucap perempuan itu tertunduk. “Saya tidak tahu bagaimana membalas kebaikan tuan. Semoga Allah akan membalasnya dengan rahmat yang berlimpah.“. Mendengar doa perempuan itu, Sayid menitikkan air mata.

'Labbaika allahumma labbaik, Laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan-ni'mata laka wal mulk, laa syariikalak."

Saat musim haji pun tiba, Sayid bin Muhafah tetap tersenyum walau batal menunaikan ibadah haji. Tapi hati laki-laki sholeh itu bahagia, bisa menolong kesengsaraan seorang janda miskin dan anak-anaknya.

Pada musim haji waktu itu, salah seorang ulama besar, Abdullah bin Mubarak, menunaikan ibadah haji. Suatu sore, seusai thawaf berkali-kali ia merasa sangat letih. Lalu, ia pun beistirahat di Hijr Ismail. Antara tidur dan tidak, tiba-tiba ia mendengar percakapan dua malaikat.

“Berapa orang yang menunaikan ibadah haji tahun ini?”
“Tujuh ratus ribu orang.”
“Kira-kira berapa orang yang hajinya diterima Allah?”
“Tak seorangpun!”
“Tapi seorang tukang tambal sepatu dari Damsyik yang bernama Sayid bin Muhafah diterima hajinya oleh Allah, kendati Ia tidak menunaikan ibadah haji. Dan berkat hajinya orang inilah, maka semua jamaah haji sekarang diterima juga oleh Allah.”

Begitu malaikat itu menghilang, Abdullah bin Mubarak tersadar dari setengah tidurnya. “Masya Allah! Amal perbuatan apa yang telah dilakukan Sayid? Begitu besar pengaruhnya disisi Allah…,” bisik Abdullah terpesona.

Selesai ibadah haji, ulama besar itu bergegas ke Damsyik. Ia ingin sekali menemui Sayid bin Muhafah. Dan begitu bertemu, ulama itu langsung menceritakan kejadiannya waktu di Hijr Ismail. Sayid sendiri baru menyadari, lalu bersyukur atas karunia itu kehadirat Allah. Sayid lalu mengisahkan perjuangannya untuk mencapai cita-citanya yang ingin beribadah haji, tapi akhirnya tidak jadi berangkat.

“Ku berikan semua uangku agar mereka bisa makan dan berusaha untuk hidup… Aku tidak menyesal tidak jadi berhaji karena aku mengharap keridhaan Allah, Di sinilah Hajiku ya Allah… Di sinilah Mekkahku” kata Sayid.

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air mata. “Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya”, “Tuan, andalah seorang haji yang mabrur atas ridha Allah…,” kata sang ulama kagum.


SAUDARAKU yang dirahmati Allah, kadang kita tidak yakin, bingung dan lupa bertanya pada diri sendiri sesungguhnya di manakah tempatnya jika ingin menjumpai Allah, DIA yang menciptakan kita, Maha Pemberi Rezeki, tempat kita bersandar tatkala hati ini butuh ketentraman… Tetapi seringnya kita lupa untuk bersyukur karna seolah DIA tak pernah ada di antara kita?, Kita kebingungan karna kita jauh dari-Nya hingga hati kita dipenuhi dengan kefakiran dan tangan kita dipenuhi dengan kesibukan.

Sebagian menganggap Allah itu hanya dekat dengan Kabah dan Madinah, hingga ummat yang mampu selalu berulangkali melakukan haji dan umrah yang bernuansa jika ingin berjumpa dengan Allah itu sangat mahal dan jauh jaraknya.

“Temuilah AKU di tengah orang-orang yang sedang luka hatinya…” (Hadits Qudsi)

Padahal jika memaknai dan mengamalkan hadits Qudsi di atas jelas sekali Allah Swt sudah lama menunggu kita di tempat-tempat orang-orang yang sedang sakit, kelaparan dan kehausan, Allah menunggu kita dengan stok pahala yang tak ternilai harganya.

Sahabatku… Semoga kita termasuk kaum yang tidak kebingungan, Mari temui Allah di gubuk-gubuk si miskin, di tempat orang-orang yang sedang luka hatinya, di tengah orang-orang yang terkena bencana…


Wassalam,

Kang Eded – Kurir #SedekahRombongan