Sunday, June 4, 2017

PERJALANAN MENCARI CAHAYA - A True Story

"They READ it with their finger tips, while I could read nothing. I thought I was A MOST BLIND among the blind people…”.  

Rasakan cerita ini… 

Awal Mei 2017, sebuah info menyapa para kurir #SedekahRombongan Bekasi. Tentang dua bocah dhuafa yang tak dapat melihat,  berada di sebuah wilayah yang lumayan jauh dari tempat saya tinggal. Tanggal 6 Mei 2017, saya dan rekan-rekan kurir mendatangi kediaman dua bocah itu. Berbekal secarik alamat rumahnya, di Kp. Cempaka, RT 013/004 Desa Sirnajaya, Kec. Serang Baru, Kab. Bekasi. Setelah bertanya sana sini, berjalan kaki kurang lebih 20 menit karena akses rumah keluarga itu tak bisa dimasuki mobil. Menyusuri jalanan tanah yang untungnya tidak sedang musim hujan. Desa yang lumayan tandus, dengan tingkat kemiskinan yang memprihatinkan.

Tibalah kami di gubuk si miskin, sebuah rumah berlantai tanah, berdinding kayu dan bilik, ada lubang besar di sana-sini, cahaya remang dan semerbak bau lembab melengkapi kisah nyata ini. Masuk ke dalam tak kita dapati barang berharga selain bale usang, kami langsung diterima oleh Wawan (42) dan  Kanah (33) yang tak lain adalah kedua orangtua bocah malang ini.

Suami istri ini menetap di rumah yang kumuh bersama 3 orang anak dan dua di antaranya yang menjadi tujuan kedatangan Tim #SR. Di salah satu sudut rumah itulah duduk dua bocah yang hanya mengenakan kaus dalam, tatapannya kosong namun nampak waspada dengan raut ketakutan menyadari ada suara-suara asing yang hanya bisa mereka dengar. Ya, kedua anak ini buta sejak lahir. Dalam istilah kedokteran disebut katarak kongenital, yang dimungkinkan bisa terjadi sejak lahir tanpa menyebabkan nyeri.

Batin saya terkesiap, jantung saya serasa berhenti berdetak. Menyadari dua kakak beradik ini, Wilda Sari (7), dan Kandi Wijaya (5) telah melewatkan usia kanak-kanak mereka dalam kegelapan tanpa cahaya. Mata saya basah…  juga saya melihat dua rekan saya yang lainpun ikut berkaca-kaca, kami merasa telah jatuh rasa melihat apa yang diperlihatkan Tuhan di hadapan kami saat ini. Sebuah cermin terbalik dalam kehidupan kita, saat anak-anak yang lain setiap saat dapat bermain, tertawa dan berteriak gembira menyaksikan film kartun di televisi sementara kedua anak ini bertahun-tahun tak mampu melihat warna dunia selain hitam.

Wawan tak punya pekerjaan tetap, ia bekerja serabutan hanya untuk makan sekeluarga. Sedangkan Kanah tak bisa membantu urusan nafkah karena keadaan dua buah hati yang tak memungkinkan untuk ditinggal sendiri. Dalam harapannya, pasangan ini ingin Wilda dan Kandi bisa hidup normal seperti anak-anak seusianya, dapat bersekolah, bermain dan tumbuh menjadi anak sholeh dan sholehah. Namun apa daya, mereka hanya seonggok benda yang mengisi ruang kelompok masyarakat miskin negeri ini yang bermasalah dengan ekonomi. Mereka memilih diam pasrah sebagai pengganti doa-doa yang tak terucap setiap saat.


Cerita pengobatan mereka, awalnya pernah dibantu sebuah lembaga sosial untuk ihtiar kesembuhannya 3 tahun lalu ke sebuah Rumah Sakit di Bandung. Namun seperti biasa RS meminta biaya untuk jaminan awal sebesar 5juta rupiah, spontan membuat keluarga ini menyerah. Sejak itu mereka pasrah tak lagi akan berniat berobat, belum lagi membayangkan biaya transportasi akomodasi yang menjadi beban paralel bagi mereka. Mereka yang tak berpendidikan dan awam urusan birokrasi memilih berhenti, sekalipun waktu berikutnya ada bantuan BPJS yang mereka tetap tak mampu membayar iurannya dan terus berhutang pada pemerintah bukan seharusnya pemerintah berhutang pada mereka.

Menutup kunjungan kami di keluarga Wawan, Form Survey sudah lengkap kami isi sebagai Standard Operation Procedure. Kami pamit dan langsung berdiskusi di jalan pulang atas hasil Kick-Off meeting dengan Rakyat Miskin ini, mereka keluarga baru kita yang wajib kita perhatiakan lebih manusiawi. Lanjut esoknya kita memulai proyek langit ini, sebuah revolusi membantu dhuafa, mensukseskan program pemerintah entaskan kemiskinan. Diawali dengan mengurus dan membayarkan tunggakan BPJS, kembali mengantarkan observasi awal di RSUD Cibitung hingga dalam hitungan hari berikutnya mereka sudah dirujuk ke RS Mata Cicendo Bandung.

Tanggal 11 Mei 2017, jam 03.00 dini hari, Mobil Tanggap Sedekah Rombongan (MTSR) memulai kunjungan awal ke RS Cicendo Bandung membawa Wilda dan Kandi, saya ingat betul betapa seluruh kurir #SRBekasi begitu antusias memantau perkembangan kedua anak itu. Bocah malang yang telah merebut hati, dengan keadaannya yang dhuafa lagi buta. Sambil menunggu perkembangan mereka hari demi hari, bantuan para sedekaholics pun mulai mengalir yang dititipkan kepada kurir #SR. Baik itu berupa makanan atau pakaian untuk keduanya. Pada kunjungan ketiga 29 Mei 2017, Wilda dan Kandi diantar lagi ke Bandung dan ditampung di Rumah Singgah Sedekah Rombongan (RSSR) Jalan Sukajadi Bandung untuk kemudian masuk ke ruang isolasi bagi persiapan operasi sebelah mata mereka pada 1 Juni dan naik kemeja operasi tanggal 2 Juni 2017.


Kemarin siang kami mendapat kejutan dari Muhammad Amin - Driver MTSR Bekasi yang mendampingi mereka dengan mengirimkan foto kedua bocah lucu itu usai dioperasi. Suasana haru menyeruak di grup #SRBekasi dan #SRDKIJaBarBanten menyaksikan senyum Wilda dan Kandi dengan mata yang masih tertutup kasa. Kami juga melihat bagaimana air mata kedua orang tua bocah itu tumpah dipelukan kurir #SR yang menjemput mereka kembali ke Bekasi. Tangis haru dan bahagia menjadi satu, larut dalam rasa syukur yang tak terukur, tak menyangka ketika keputus-asaan mereka yang hidup dalam kekurangan, tak mungkin bisa membayangkan kedua buah hati tercinta mampu menemukan kembali cahaya kehidupan mereka. Ternyata bukan cuma bayangan yang mereka temukan, tapi sebuah kenyataan bahwa ada tangan-tangan yang Tuhan pilihkan telah sampai kepada mereka. Menerbitkan harapan mereka dan kita yang selama ini telah padam.

Dadaku berdegup kencang tak bisa menolak bahagia, terlebih untuk Wilda dan Kandi. Dua bocah yang menempuh jalan panjang menemukan cahaya kembali, bersinarlah terus wahai permata hati. Sambut masa depan yang cerah di depan sana yang telah menanti, dunia kini milikmu. Perjalanan menemukan cahaya itu memang belum berakhir, namun secercah cahaya ini adalah mentari pagi, yang akan disusul oleh cercah sinar yang lebih terang lagi...

Terima kasih para Kurirs dan Sedekaholics www.sedekahrombongan.com, semoga bantuan kalian pada Wilda dan Kandi menjadi Pahala yang dahsyat di Ramadhan yang indah ini... 

"Tiada satu hatipun yang tergetar, tanpa Allah mengetuknya... Seperti MATA kita, takkan berfungsi tanpa Allah ciptakan cahaya. Begitupun AKAL takkan berfungsi dengan baik tanpa Allah memberikan Rahmat-Nya..."



Contributor: Suharna - Korwil SR Bekasi
Writter : Sri Suharni Maks – Kurir SR Kab. Bekasi

7 comments:

  1. Subhanallah, mata saya becek setiap kali baca kisah dua bocah ini, apalagi saya yang ikut survay pertama kali. Saya ceritakan sedikit kisah saya saat silaturahim pertama kali ke rumah dua bocah malang ini.
    Ketika mobil berhenti di pinggir jalan dan pemandu menunjuk ke sebuah kampung yang sudah terisolir oleh tanah bidang yang di gusur untuk proyek properti. Hati saya mulai bergetar tak menentu, timbul pertanyaan dalam hati saya, keluarga macam apa yang bisa hidup di sebuah kampung yang sudah terisolir seperti itu. Kemudian kami berjalan menyusuri jalan setapak yang berbarengan bekas tapak sapi dan roda sepeda motor. Saat mulai mendekati sebuah rumah, Saya pikir itu adalah rumah target tapi ternyata salah, rumah itu rumah besar berpager bambu di dalamnya ada kandanga sapi sekaligus sebagai jalan untuk tetangga yang rumahnya ada di belakang, kami juga menemui sebuah musholah yang sudah tidak terpakai,yang sudah di tumbuhi pohonan liar semakin menambah degub di dada saya. Kemudian memunculkan pertanyaan tentang tingkat religiutas masyarakat setempat. Ternyata awalnya di situ banyak penduduk, tapi mereka semua pindah karena menjual tanahnya ke peroyek properti yang masih tampak penggusurannya. Yang tinggal dan bertahan hanya beberapa keluarga saja di situ, termasuk orang tua dari dua bocah malang itu. Singkat cerita sampailah kami di sebuah rumah sangat sederhana, di depannya ada sebuah bale papan. Kami di persilahkan duduk sebentar sambil pemandu mengetuk dan masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian seorang ibu menggendong bocah kecil perempuan yang kulitnya putih dan di dudukan sebelah saya duduk, saya perhatikan tidak seperti bocah pada umumnya, dia hanya diam,dialah Wilda. kemudian keluar lagi adiknya yang keadaannya tidak beda dengan kakaknya, mereka hanya duduk dengan pandangan kosong karena memang yang ada di penglihatannya hanya gelap, mereka buta. Saya tak bisa menyembunyikan kesedihan apalagi saat ingat dengan anak saya di rumah. Seterusnya teman-teman kurir mulai menanyakan sesuai form survay, sementara dada saya sesak menahan air mata bila terus menatap dua bocah itu yang hanya duduk terpaku mendengarkan kami bicara. Apalagi saat ibu si bocah pecah tangusnya saya buru-buru menjauhkan diri menyeka air mata. Demikian kisah saya yang ikut survay dan saya ingin kembali ke tempat itu melihat Wilda dan Kandi tapi ketika Mereka sedang berlarian dan bermain... Amiin..

    ReplyDelete
  2. Masya Allah, angson digiring Allah mendekat syurga lewat Wilda dan Kandi.... Aamiin

    ReplyDelete
  3. 😭😭😭😭😭 airmata tumpah om eded,

    ReplyDelete
  4. 😭😭😭 terharu.. semoga sehat selalu wilda dn Kandi

    ReplyDelete
  5. 😭😭😭😭😭😭 nyurucuy cai panon om... duuuuh gusti

    ReplyDelete