SEJAK kita mulai belajar di Sekolah Dasar dulu,
kita anggap mulailah otak kita diformat oleh ILMU – Satu permulaan datangnya cakrawala
pengetahuan mengisi sekat-sekat otak kita. Pelajaran Formal yang berstandar.pemerintah
melalui departemen pendidikannya - bukan cuma membaca dan menulis yang kita
peroleh namun juga kemudian ada beberapa pelajaran yang menuntun kita untuk dapat
membuka dan melihat jendela dunia. Ada pelajaran Kesenian, Olah Raga, Sejarah,
Ilmu Bumi, Agama dan lain-lainnya agar kita sebagai anak-anak kecil dulu dapat
tumbuh besar dengan ilmu pengetahuan yang membentuk peradaban kehidupan kita.
Tak bisa dipungkiri dan silahkan bedakan, Jika kita
dulu tak mengenyam bangku sekolah apa jadinya kita? Mungkin kita tidak akan
memiliki pengetahuan yang segudang, berdampak diperlakukan tidak adil atau
berprilaku yang kurang manusiawi dan hidup merasa terasing dengan cita-cita
hanya cukup beroleh asal bisa makan dan bisa berkeluarga, merasa rendah diri
dan merasa asing dalam komunikasi, Speechless.
Seperti Suku-suku yang hidup terbelakang
yang masih ada di Indonesia, hanya menjadi obyek wisata penipuan oleh
cukong-cukong yang merampas kekayaan alamnya. Itulah anugrah yang Allah berikan
pada kita walau terkadang kita jarang berterima kasih padaNYA, diberi kemampuan
berpikir dan bertindak, dapat membedakan besar dan kecil, tahu yang buruk dan
yang baik, semuanya dengan ILMU.
Begitupun dalam menyikapi Politik, masih banyaknya opini buruk tentang makna politik - di obrolannya
Warung Kopi, Perkantoran, Pasar dan
tempat-tempat lainnya. Padahal kita yakini interpretasi mereka tentang politik
cuma didapat dominan dari media tentang pelakunya dan bukan tentang ilmunya
yang harus dipelajari dan dimanifestasikan dengan baik. Dimana-mana citra POLITIK
adalah KORUPSI, KOTOR dan KEJAM, begitulah kita mesti maklum melihat akibat non political will yang terjadi di
masyarakat sebagian.
Pada semua organisasi kekuasaan besar yang ada di Planet
Bumi yang disebut Negara, baik yang berbentuk Presidential, Kerajaan atau
Monarki dan Presiden, Raja atau Perdana
Menteri sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan semuanya menggunakan Ilmu
Politik untuk menjalankan sistemnya.
Kata Teori Klasik Aristoteles, “Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama”. Tak disadari pula oleh rakyatnya bahwa politik itu telah memasuki sendi-sendi kehidupan mereka sehari-hari. Peraturan dibuat oleh Negara, Keadilan diatur oleh Negara, Pangan Rakyat, Keamanan, Pajak dan Kesejahteraan Rakyat, semuanya merupakan harapan warga negara yang dirangkum dalam Politik Negara karna menyangkut urusan orang banyak.
Kata Teori Klasik Aristoteles, “Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama”. Tak disadari pula oleh rakyatnya bahwa politik itu telah memasuki sendi-sendi kehidupan mereka sehari-hari. Peraturan dibuat oleh Negara, Keadilan diatur oleh Negara, Pangan Rakyat, Keamanan, Pajak dan Kesejahteraan Rakyat, semuanya merupakan harapan warga negara yang dirangkum dalam Politik Negara karna menyangkut urusan orang banyak.
Jadi Politik
itu tidak buruk, jika kita menyadari kebaikan yang ada dalam berpolitik
serta kita bergerak dan bertindak untuk kebaikan bersama politik. Sebaliknya,
jika kita tinggalkan maka politik
akan diisi oleh ketidakadilan - karna orang-orang yang tidak baik dalam
berpolitik akan mengisi ruang orang-orang baik yang meninggalkan politik. Serta
apakah dengan kita menghindari politik lantas Negara ini akan baik?
Sebagai contoh realitas, Saat ini Jakarta dan
beberapa Provinsi di Indonesia secara umum sudah terlihat mulai memudahkan masyarakatnya dengan
perolehan Fasilitas Berobat dan Persalinan serta Fasilitas Belajar yang
dibiayai oleh Pemerintah, artinya Pemerintah mengatur kemudahan fasilitas
tersebut untuk masyarakat adalah produk politik. Lalu sebaliknya, apakah dengan
menyumpah serapahi politik keadaan akan lebih baik? Tentunya tidak…
Mari sejenak berkontemplasi tentang bagaimana peran
kita sebagai mahluk Tuhan dalam hidup ini, Allah menciptakan kita dalam keadaan
yang sudah luar biasa sempurna dan sangat
lebih baik jika dibandingkan dengan mahluk lain ciptaanNYA. Kita diberi
akal dan pikiran untuk dipergunakan bagi kemaslahatan sesama manusia sebagai
bentuk rasa syukur kita. Menyegerakan kebaikan dan menghilangkan keburukuan, Politik akan menjadi sesuatu kemaslahatan
jika di dalamnya bersanding orang-orang yang baik – begitupun politik akan
buruk jika dikuasai oleh orang jahat dan kejam.
Maka mulailah kita berprasangka baik dengan politik
dan kita melakukan kebaikan dalam berpolitik agar hidup kita luas maksimal bermanfaat
untuk umat, Ber-amar ma’ruf nahi munkar. Di zaman apapun orang yang tidak
amanah selalu menorehkan garis hitam di kehidupan, namun justru putusan pengadilan
buat mereka karna hadirnya orang-orang amanah yang berpolitik dengan baik dan menghapusnya.
Mari berpikir apa yang seharusnya dan bukan yang
senyatanya, karna itu akan mempegaruhi tindakan berikutnya. Bagi kita yang
masih diberi usia muda oleh Tuhan, buatlah Tuhan bangga dengan ciptaanNYA
sendiri karena engkau berani berbuat lebih dari biasanya. Berbuatlah manfaat
untuk merubah aroma politik menjadi harum. DIA memberi kita akal, kaki dan
tangan bukan untuk berdiam diri dan membiarkan keburukan merajalela. DIA memberi
kita yang muda ini nafas yang kuat, energy yang meluap-luap dan dan pikiran
yang liar bukan untuk meratapi dan bangga dengan yang minimal saja. Wallahu ‘lam…
Endorsement untuk Boyke Hasiolan Simanjuntak – Sahabatku
ALUMNI SMPN 42, Jakarta, 1984.
Caleg PDIP DPRD, Pemilu 2014. DAPIL 3 DKI Jakarta.
Caleg PDIP DPRD, Pemilu 2014. DAPIL 3 DKI Jakarta.
Sulit rasanya melepaskan predikat "negatif" dari politik meski ada perintah untuk terus berprasangka baik.
ReplyDeleteMengutip dari banyak statement bahwa "Politik itu Busuk" dan juga mengikuti perkembangan politik hingga kini, maka sukar sekali menepis atau meniadakan konteks negatif di politik. Apakah para pelaku politik penyebabnya ? Ataukah masyarakat kita yang belum cerdas menyikapinya ? Sungguh kadang merasa gagal memahami dunia politik. Mungkin sudut saya memandang yang terlalu sempit ataukah memang karena tingkat jenuh saya yang sudah terlalu tinggi melihat dagelan politik saat ini ?
- Kang Dudung -