Wednesday, January 18, 2017

ALLAH ADA DI GUBUK SI MISKIN

ALKISAH, di daerah Damsyik Syria ada seorang Tukang Sol bernama Sayid bin Muhafah, pekerjaan sehari-harinya memperbaiki sandal dan sepatu. Sayid orang yang soleh dan taat beribadah. Walaupun penghasilan hidupnya apa adanya dari memperbaiki sepatu, namun Sayid sangat berharap ingin menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Sayid selalu berdoa dan berprasangka baik, ”Ya Allah, semoga Engkau kabulkan niatku menjadi kenyataan dan mampukan aku untuk berhaji…”.  

Singkat cerita Sayid dibantu isteri tercintanya, mereka tak pernah berputus asa dan selalu bersyukur hingga beberapa tahun kemudian Sayid memiliki 350 dirham tabungan hajinya dan di bayangannya kebahagiaan menyelimuti akan nanti datangnya kegembiraan dalam ibadah berhaji, “Aku tinggal bersabar menunggu musim haji.. Allahu Akbar, aku akan mengunjungi Kabah, jiarah ke makam Rasulullah” – Kata-kata tanpa suara terucap bersama dengan senyuman gembira menghiasi perjalanan pulang Sayid ke rumahnya.

Sesampai di rumah, istri Sayid bin Muhafah yang dalam keadaan hamil mencium bau masakan dari tetangganya di sebelah rumah mereka dan istrinya sangat menginginkan masakan itu. Tetapi Sayid tahu bahwa tetangganya adalah seorang janda miskin yang memiliki beberapa anak yatim, walau diselimuti keraguan Sayid pun memberanikan diri memintanya. Dijumpainya perempuan janda itu seraya berkata, “Maaf ibu, Istri saya mencium bau masakan anda dan sudikah kiranya memberikan sedikit saja agar istriku mencicipinya?”

Sejenak si janda terperangah dan menjawab sedih, “Sejak beberapa hari yang lalu, persediaan makanan kami habis. Dari kemarin saya sudah berusaha mencari nafkah, tapi tak memperoleh apapun. Padahal anak-anak saya butuh makan.” Sejenak perempuan itu menghela nafasnya yang berat. “Tadi saya menemukan bangkai keledai di jalan. Karena sudah lelah, saya nekat memotongnya lalu saya masak untuk dimakan”. ““Saya tak tega memberikan makanan ini pada kalian berdua tetanggaku yang baik, , “Bangkai makanan itu haram bagi anda. Tapi halal bagi kami karna kelaparan…,” tuturnya dengan mata yang berlinang.

Sayid terperanjat, Ia sangat iba. Lalu bergegas pulang, diambilnya simpanan uangnya yang tiga ratus lima puluh dirham itu. Tanpa pikir panjang lagi, ia berikan uang yang diperolehnya dari hasil kerja keras selama ini. Padahal, uang itu sudah diniatkan untuk biaya berhajinya.
Dengan keikhlasannya Sayid berkata, “Terimalah uang ini untuk makan kalian,”. Betapa terharunya janda miskin itu, mereka tidak akan kelaparan lagi untuk waktu yang cukup lama. 
“Terimakasih, tuan sudah bermurah hati menolong kami dari kelaparan,” ucap perempuan itu tertunduk. “Saya tidak tahu bagaimana membalas kebaikan tuan. Semoga Allah akan membalasnya dengan rahmat yang berlimpah.“. Mendengar doa perempuan itu, Sayid menitikkan air mata.

'Labbaika allahumma labbaik, Laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan-ni'mata laka wal mulk, laa syariikalak."

Saat musim haji pun tiba, Sayid bin Muhafah tetap tersenyum walau batal menunaikan ibadah haji. Tapi hati laki-laki sholeh itu bahagia, bisa menolong kesengsaraan seorang janda miskin dan anak-anaknya.

Pada musim haji waktu itu, salah seorang ulama besar, Abdullah bin Mubarak, menunaikan ibadah haji. Suatu sore, seusai thawaf berkali-kali ia merasa sangat letih. Lalu, ia pun beistirahat di Hijr Ismail. Antara tidur dan tidak, tiba-tiba ia mendengar percakapan dua malaikat.

“Berapa orang yang menunaikan ibadah haji tahun ini?”
“Tujuh ratus ribu orang.”
“Kira-kira berapa orang yang hajinya diterima Allah?”
“Tak seorangpun!”
“Tapi seorang tukang tambal sepatu dari Damsyik yang bernama Sayid bin Muhafah diterima hajinya oleh Allah, kendati Ia tidak menunaikan ibadah haji. Dan berkat hajinya orang inilah, maka semua jamaah haji sekarang diterima juga oleh Allah.”

Begitu malaikat itu menghilang, Abdullah bin Mubarak tersadar dari setengah tidurnya. “Masya Allah! Amal perbuatan apa yang telah dilakukan Sayid? Begitu besar pengaruhnya disisi Allah…,” bisik Abdullah terpesona.

Selesai ibadah haji, ulama besar itu bergegas ke Damsyik. Ia ingin sekali menemui Sayid bin Muhafah. Dan begitu bertemu, ulama itu langsung menceritakan kejadiannya waktu di Hijr Ismail. Sayid sendiri baru menyadari, lalu bersyukur atas karunia itu kehadirat Allah. Sayid lalu mengisahkan perjuangannya untuk mencapai cita-citanya yang ingin beribadah haji, tapi akhirnya tidak jadi berangkat.

“Ku berikan semua uangku agar mereka bisa makan dan berusaha untuk hidup… Aku tidak menyesal tidak jadi berhaji karena aku mengharap keridhaan Allah, Di sinilah Hajiku ya Allah… Di sinilah Mekkahku” kata Sayid.

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air mata. “Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya”, “Tuan, andalah seorang haji yang mabrur atas ridha Allah…,” kata sang ulama kagum.


SAUDARAKU yang dirahmati Allah, kadang kita tidak yakin, bingung dan lupa bertanya pada diri sendiri sesungguhnya di manakah tempatnya jika ingin menjumpai Allah, DIA yang menciptakan kita, Maha Pemberi Rezeki, tempat kita bersandar tatkala hati ini butuh ketentraman… Tetapi seringnya kita lupa untuk bersyukur karna seolah DIA tak pernah ada di antara kita?, Kita kebingungan karna kita jauh dari-Nya hingga hati kita dipenuhi dengan kefakiran dan tangan kita dipenuhi dengan kesibukan.

Sebagian menganggap Allah itu hanya dekat dengan Kabah dan Madinah, hingga ummat yang mampu selalu berulangkali melakukan haji dan umrah yang bernuansa jika ingin berjumpa dengan Allah itu sangat mahal dan jauh jaraknya.

“Temuilah AKU di tengah orang-orang yang sedang luka hatinya…” (Hadits Qudsi)

Padahal jika memaknai dan mengamalkan hadits Qudsi di atas jelas sekali Allah Swt sudah lama menunggu kita di tempat-tempat orang-orang yang sedang sakit, kelaparan dan kehausan, Allah menunggu kita dengan stok pahala yang tak ternilai harganya.

Sahabatku… Semoga kita termasuk kaum yang tidak kebingungan, Mari temui Allah di gubuk-gubuk si miskin, di tempat orang-orang yang sedang luka hatinya, di tengah orang-orang yang terkena bencana…


Wassalam,

Kang Eded – Kurir #SedekahRombongan