Thursday, August 17, 2017

Kaka.. Kitorang Kurir SR Papua...!



Pada penghujung hari perayaan di venue #Milad6 #SedekahRombongan di Desa Wisata Tembi, PARJIYO adalah nama Homestayku yang di depannya ada MIE JAWA BU ETI yang juga pemilik rumah sederhana itu sesuai plang inisisasi merk dagangnya. Posisinya agak lumayan jauh dari inner-spot dan mesjid besar tempat peserta milad yang beragama islam diarahkan sholat berjamaah. Rumah sederhana dengan induk semang yang ramah someah loh jinawi sangat klop terlihat paduan pemilik dan yang dimilikinya, kamar yang agak kurang nyaman bagiku tapi tak dirasa karna sukacita milad dan suasana desa yang begitu eksotik membuatku sangat menikmatinya.

Pagi itu acara berbagai perlombaan dikemas varian oleh kekompakan panitia dalam suasana dirty outdoor, yang aku sendiri tidak ikut meramaikan dikarnakan beberapa Koordinator Kota berkunjung ke kamarku, minta bertemu sang Kopral yang sedang ngantuk karna semalam hanya tidur 2 jam, mulai dari Tuban Lamongan Bojonegoro, Sorong Papua, Solo dan juga seorang Fajar Arini selevel HRD Managernya SR Pusat khusus minta aku membuatkan draft pidato menyambut Gusti Candra Kirana - puteri ketiga Ngarso Dalem Sri Sultan Hamgkubuwono X pada agenda terakhir sebagai penutup milad jam 11.00 nanti.

Selusin kepala memadati space kamar, kota perkota secara unofficial mendiskusikan update gerakan SR kebanggaan kota mereka, sampai giliran mbak Arini di-skip sementara karna harus mendahulukan diskusi 8 kurir Sorong Papua yang akan pulang siang itu. Koordinator Wilayah Brata Manggala, Korkot Sorong Hamdani Tukloy, Faisal, Nani, Pasinem, Ibu Suhaemi, Mama Tenci dan lainnya memulai diskusi panas dengan gaya intonasi mirip orang baku hantam yang pastinya membuat perhatian orang di luar kamar.
Satu pihak tidak puas dengan kerja Koordinator Sorong saat ini, sepihak lain dituduh tidak transparan, lainya beranggapan ada yang mengkotak-kotakkan kumpulan kurir Sorong agar tidak bersatu. Ampuuun Gusti Allah… Dalam hatiku mereka telah merusak suasana milad sendiri, mereka lupa bahwa koordinasi adalah harga mati dalam organisasi, mereka lupa kalo sedang beribadah jamaah, mereka lupa kalo jabatan seorang Koordinator di SR itu bisa jauh dari surga dan mereka lupa makna Mencari Muka di depan Tuhan.

Hingar bingar kegalauan pendapat itu berhenti akhirnya pada resonansi terakhir, seakan terpuaskan hasrat yang selama ini dipendam di jiwa mereka masing-masing setelah semuanya mengungkap. Tiba giliran Mama Tenci, seorang Ibu yang memulai tua itu minta diberikan kesempatan bicara, dengan logat kental bumi cendrawasih, iapun berujar:
“Saya orangtua disini di group Sorong, coba kalian dengarkan seperti yang saya harapkan. Misi kita di SR adalah mencari muka di depan Tuhan, apa kalian lupa?. Kenapa kita bisa kembali lagi ke Milad 6 karna kita cinta SR, saya seperti kang Eded suka organisasi sosial dan sejak muda umur 14 tahun saya sudah masuk Karang Taruna, sampai tua saya ikut PKK dan lainnya. Kang Eded bilang dari seumur hidupnya SR adalah organisasi yang sangat berkesan dalam hidupnya!” 

“Saya masih teringat kata-kata Kang Eded pada #Milad5SR, lupakan ego jika kita berhadapan dengan kebaikan. Katanya kita orang sedang cari muka di depan Tuhan? Yang benar saja kalian pikir?. Maaf Kang Eded saya jadi harus sampaikan bahwa, suami saya sempat protes, Mama kenapa kau seperti tergila-gila dengan SR? nanti lama-lama kau bisa masuk Islam. Spontan saya jawab, Papa itu tidak mungkin… karna SR hadir dengan beberapa agama untuk membantu orang miskin, dan perlu papa tahu di Sorong sini yang banyak sekali dibantu SR adalah jemaat Nasrani saudara kita, Maka itu saya sangat cinta SR karna kita diberikan jalan oleh Tuhan mengurus orang yang sedang sakit“ tutup Mama Tenci diiringi tangisan dan derai air mata seorang ibu yang prihatin melihat anak-anaknya yang sok pintar dan egois semua.

Arini ikut menangis dan seluruh isi kamar ikut menangis, tak terkecuali aku yang berusaha menahan kelopak mata yang sudah mulai menggenang ini. Aku malu merasa tak lebih baik dari Mama Tenci, tapi ia selalu mengingat dan menyebut katanya aku, padahal aku yang sangat kagum pada Mama Tenci. Astaghfirullah…

Tiba giliran Sang Kopral yang Sompral ini bicara, yang sok ngatur selama ini dan sok cool n' wise… “Mamaku Tenci, Ibu Suhaemi, Saudaraku, adik-adikku dari Papua…! Dari awal kabar kedatangan kalian di Kota Jogja Istimewa ini, saya sudah tidak dapat berbicara banyak dengan kalian karna kagum dengan kalian semua. Biaya transportasi milad kalian yang perorang 6juta dikumpulkan selama 6 bulan berdagang makanan di Car Free Day Kota Sorong saja sudah membuat saya speechless, tak ada yang lebih baik pengorbanannya dari kalian sebagai kurir di SR. Di sisi lain banyak kurir yang mampu namun minta digratiskan transportasi dan biaya miladnya karna menuntut ganti perasaan mereka yang selama ini berkorban untuk SR tidak digaji…!” Dadaku semakin bergetar tak mampu untuk berbohong…

Dalam pepatah minang, “Bersilang Kayu di dalam Tungku di sana Api Menyala”. Semangat kita sedang membara untuk SR walau diiringi debat pendapat, namun jangan hilangkan nafas Ilahi sebagai tujuan utama kita agar berujung pada kemaslahatan. Sangatlah tidak ikhlas ketika kita menyayangi para dhuafa namun sesama kurir tidak saling peduli memperbaiki dengan kasih sayang, sesuai esensi Tuhan kepada manusia yang tak pernah berhenti mengasihi dan menyayangi”.

Diskusi panas itu akhirnya untung berujung seiring siang membentang di langit Jogjakarta, biarlah Allah saja yang memberikan rating pujian-Nya sebagai program yang ikhlas untuk-Nya dan populer di langit sana dengan tujuan kepedulian kita melalui SR. Kita semua tersadar dan menyesal, saling bermaafan bersalaman dan berpelukan, pikirku mereka adalah saudara kita yang sangat ditunggu kaum miskin di kotanya. Kita patut peduli dan berbagi dengan mereka walau dengan sedikit ilmu, agar semua mampu berdiri dengan kepercayaan diri.


Bayanganku menerawang jauh lebih setahun lalu pernah berkunjung ke Sorong, disana kutemui para dhuafa penderita 3 penyakit pembunuh: Malaria, TBC dan HIV. Aku tak cukup dengan merasa khawatir saja tanpa menjadi sumber kehangatan bagi mereka dalam merahmati semesta alam, sebab hamparan rumput hijau segar sekalipun, kalau tak disinari matahari akan berubah menjadi tanah yang gundul… 



Salam #TembusLangit untuk Kurir Sorong dan  Papua
@Kang Eded